Senin, 24 September 2012

ISLAM DAN AKULTURASI


ISLAM DAN AKULTURASI
Oleh : KH. Abdulloh Hasyim, S.Pd.I
Telah diseminarkan di PP. MIS Sarang Rembang 
Tgl. 04 Februari 2012


Islam secara teologis merupakan sistem Nabi dan ajaran yang bersifat Ilahiyyah dan transenden, yaitu ajaran yang membawa kemaslahatan bagi manusia di dunia. Dalam surat Thoha ayat 2 Allah berfirman :
ماَ أَنْزَلْناَ عَلَيكَ القُرْأنَ لِتَشْقَى
Artinya Allah menjamin kepada siapapun yang patuh atas agamanya akan mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Sebaliknya, siapapun yang membangkang dan mengingkari, niscaya ia akan mengalami kehidupan yang penuh penderitaan.
            Islam sebagai agama yang termanifestasikan dalam bentuk ritual dan juga dalam struktur sosial kultural yang keduanya tercover dalam ajaran yang universal dan komprehensif.
Pergulatan agama dan budaya dari awal kelahiran Islam tidak bisa dipisahkan. Realitas tersebut (relasi Islam dan Budaya ) memiliki peran yang signifikan didalam mengantarkan Islam pada suatu peradaban yang diakui oleh masyarakat internasional.
Aktualisasi Islam dalam perkembangan sejarah tidak bisa dipisahkan aspek lokalitas dengan karakteristiknya. Dari sini Islam menemui momentumnya sebagai agama yang menerapkan tatanan dan aturan Ilahiyyah yang memberi batasan kepada pemeluknya didalam mengimplemen-tasikan ajaran tersebut dalam semua aspek kehidupan.

Hakikat Kebudayaan
Budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. 
Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
Ahli antropologi mengatakan kebudayaan sebagai tata hidup (Way of Life) dan kelakuan.
Erns Cassiner membagi kebudayaan menjadi lima jenis :
1    1. Kehidupan spiritual
2    2. Bahasa dan Sastra
      3. Kesenian
4    4. Sejarah
5    5. Ilmu Pengetahuan
Kehidupan spiritual meliputi : kebudayaan fisik (candi, patung, arsitektur), peralatan (pakaian, makam, alat upacara), sistem sosial (kelahiran, pernikahan, kematian).
Bahasa dan sastra meliputi : bahasa daerah, pantun, syair, dan novel.
Seni meliputi : visual, arts dan performing arts. Yaitu seni rupa (lukisan), dan seni pertunjukkan (tari, musik), Seni Teater (wayang), arsitektur, dll.


Relasi Islam dan Budaya
Pribumisasi Islam sebagai  media dakwah yang efektif oleh Wali Songo di Jawa pada abad ke 15-16. Mereka mengakomodasikan Islam sebagai ajaran Agama yang mengalami historisasi dengan kebudayaan. Contoh, Sunan Bonang menggubah gamelan Jawa yang sarat dengan estetika Hindu menjadi nuansa dzikir  yang bercorak nuansa transendental. Tembang Tombo Ati adalah bukti riil karya beliau untuk menyikapi kultur di masa itu.
Dalam pewayangan, beliau menyisipkan pesan-pesan Islam, kisah Pandawa Kurawa diinterpretasikan antara nafi dan itsbat.
Sunan Kalijogo berpendapat bahwa masyarakat akan semakin menjauh jika diserang pendiriannya dengan purifikasi. Beliaulah pencipta Sekaten, Grebeg Maulud, Layang Kalimusada, dan landscape pusat kota dengan Alon-Alon, beringin dan Masjid. Langkah itu ditempuh dengan keyakinan jika mereka telah mendalami Islam dengan sendirinya akan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama.
Sementara Sunan Kudus dalam dakwahnya memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu bisa dilihat dari arsitektur Masjid Kudus.
Itulah metodologi dakwah yang diwariskan oleh Wali Songo dengan tidak melakukan purifikasi atau otentifikasi ajaran secara total, melainkan melakukan adaptasi terhadap kondisi sosial terhadap kondisi sosial masyarakat waktu itu. Sehingga tidak ada resistansi terhadap ajaran baru yang masuk.
Dalam bukunya “The Religion of Java” Geertz mengatakan “Islam tidak bergerak ke wilayah baru, melainkan ke salah satu wilayah bentukan politik, estetika, religious dan sosial terbesar di Asia, yaitu kerajaan Hindu dan Budha.”
Dengan kata lain, Islam tidak membuat konstruksi peradaban baru, tetapi menyelaraskannya. Bagi masyarakat Jawa di masa itu, Islam adalah tradisi asing yang dipeluk dan dibawa oleh saudagar melalui proses asimilasi yang panjang dan toleransi budaya lokal, pada akhirnya Islam dapat diterima.
Sejarah ini terus bergerak dinamis dengan berbagai tantangannya termasuk penentangan gerakan tersebut oleh kelompok Islam Otentik (memgembalikan islam pada aslinya). Dengan demikian Gerakan “Akulturasi” akan menjadi pertarungan wacana (discourse) dengan kelompok Islam Otentik.
TBC (Tahayyul, Bid’ah, Syirik)
Gerakan memurnikan syari’at islam menyerukan untuk menghilangkan segala aktivitas dan ritual yang tidak ada pada Islam, artinya otentitas islam hilang jika terkontaminasi oleh unsure luar. Islam Indonesia kehilangan nilai aslinya semenjak mengakomodasi dan berakulturasi dengan budaya dan tuntunan lokal, sehingga masuknya budaya lokal dipandang sebagai bid’ah.
Ernest Gellner mengklasifikasikan gerakan ini great tradition atau high tradition, yang memandang agama secara tekstual, menurut aturan baku, dan skripturalis.
Dengan kata lain, Islam harus dalam  track tradisi agung dan tidak pernah mentolerir lahirnya tradisi kecil (litle tradition) yang terakomodir.
Gerakan ini diusung oleh Muhammad bin Abdul Wahhab yang dilahirkan di ‘Uyainah bagian selatan kota Najd pada tahun 1703 M dan wafat pada tahun 1792 M. Ia mengaku sebagai penerus ajaran Ibnu Taimiyyah, yaitu mengembalikan ajaran tauhid dan kehidupan murni menurut sunnah Rasulullah.
Selanjutnya gerakan ini dikenal dengan nama Wahabi (mereka menolak penamaan tersebut) atau gerakan salafi. Metodologi tekstual yang digunakan merupakan pilihan yang sah dan ada sejak dulu dalam khasanah keislaman. Masalahnya mereka menganggap pendapat mereka sebagai kebenaran yang absolut dan tidak membuka ruang beda pendapat meskipun dalam masalah ijtihadiyyah ( funu’). Ironisnya mereka membid’ahkan, mensyirikkan, bahkan mengkafirkan kelompok yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka. Isu-isu yang dipolemikkan diantaranya adalah : ziarah kubur, maulidiyyah, tawassul, nisfu sya’ban, haul, celana, tahlil, istighosah, dll. Arogansi mereka dalam memaksakan mahdzab menjadikan adanya friksi diantara umat Islam dan hilangnya sikap tasamuh yang menjadi inti dalam Islam itu sendiri.Faktanya mereka menghancurkan peninggalan-peninggalan sejarah peradaban Islam di Makkah dan Madinah.
Dr. Sami bin Muhsin, seorang pakar arsitektur melakukan penelitian bertahun-tahun untuk meneliti tempat-tempat bersejarah. Setelah berhasil, diserahkan kepada otoritas KSA. Tetapi justru penemuan itu semakin memudahkan merekja untuk menghancurkan peninggalan-peninggalan sejarah. Dia mengatakan, setidaknya 300 bangunan bersejarah dihancurkan sesuai maklumat dewan keagaman, alasan mereka jelas peninggalan-peninggalan tersebut berpotensi adanya praktek TBC.
Analisis
Islam mengakui eksistensi budaya dalam masalah-masalah tertentu.
Firman Allah :
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرًا
Nabi Bersabda :
فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ.  مسند أحمد  7 / 453
Dari sini lahirlah qo’idah fiqh : العدة محكمة
Itupun dengan catatan bahwa : adat tersebut tidak melanggar prinsip syari’at Islam.
Sebagai gambaran, budaya dalam Islam terklasifikasikan menjadi tiga :
1.      Tidak melanggar syari’at Islam, seperti, besar kecilnya mahar di daerah tertentu, bangunan masjid dengan berbagai arsitektur.
2.      Kebudayaann yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, kemudian di rekonstruksi menjadi Islam. Seperti Thawaf dalam keadaan telanjang di rekonstruksi menjadi Islami dengan menutupi aurat.
3.      Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam seperti upacara pembakaran mayit (ngaben)  atau penyembelihan hewan yang dipersembahkan untuk bangsa halus yang dianggap Baurekso di suatu daerah.
Dari tiga kategori diatas, tentunya nomor satu dan dua bisa terakomodasi dalam Islam.



Bahan bacaan :
Sayyid Muhammad. 1990. Mafahim. Dar el-Fajr
J. Rahmat. 1986. Islam Alternatif. Mizan
P3M. 2004. Menggugat Tradisi. Kompas
Sayyid Muhammad. 1999. Qul Hadziqi Sabiili


Tidak ada komentar:

Posting Komentar