Senin, 24 September 2012

LEMBAGA

Pondok Pesantren dan Majelis Ta’lim (PPM)
Daruttauhid Al Hasaniyyah
Oleh : Muhammad Hilmi, S.I.A


Pondok Pesantren dan Majelis Ta’lim (PPM) Daruttauhid Al Alawi didirikan pada taHUN 1988 oleh KH. Nashiruddin Qodir. Beliau adalah seorang ulama muda yang berasal dari Desa Sendang, merupakan putra dari Bapak H. Abdul Qodir dan Ibu Suwaidah, cucu dari H. Abdussyakur (Mbah Syakur), seorang ulama sufi dan tokoh pejuang ketika menghadapi kolonialisme. Mbah Syakur pada waktu itu terkenal sebagai seorang ulama’ yang dermawan, memiliki kesaktian, dan besar kewibawaannya. Salah satu sifat kedermawanannya pada waktu itu tercermin dari amaliahnya suka membeli sejumlah sumur lalu mewakafkannya untuk masyarakat disekitarnya. Konon jumlahnya hingga ratusan sumur. Selain itu, Mbah Syakur juga sebagai pelopor pembangunan sebuah Pondok Pesantren di Tremas, Pacitan, dengan nama “Al Firdaus”.

KH. Nashiruddin ketika kecil mendapatkan tempaan pendidikan agama di Desa Sendang, diajar oleh beberapa ulama’ yang ‘alim yang notabene masih memiliki hubungan keluarga. Pendidikan moral yang ditanamkan oleh kedua orang tuanya adalah sifat taat dan cinta kepada guru, kyai dan ulama’. Selesai belajar ilmu agama di desanya, beliau melanjutkan pendidikannya di Pesantren Karangmangu, Sarang, Rembang. Pada waktu itu diasuh oleh KH. Zubair Dahlan. Selama kurang lebih 10 tahun. Kemudian melanjutkan di Makkah Al Mukarromah, diasuh oleh Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al Maliki Al Hasani, selama 4 tahun

Pada mulanya, pesantren ini didirikan di Desa Sendang dalam kondisi serba terbatas. Sebelum berwujud bangunan pesantren, aktivitas pengajian masyarakat dan pemuda-pemudi dilakukan di ruangan depan rumah mertua KH. Nashiruddin, dengan hanya beralaskan tikar. Seiring dengan semakin antusiasnya masyarakat yang mengikuti pengajian kitab salaf dalam majelis ta’lim serta dorongan moral dari masyarakat, akhirnya dibangunlah cikal bakal pesantren ini, ketika itu hanya mampu membangun 1 kamar persis di depan rumah mertua beliau.

Nama pesantren ini awalnya diambil dari nama pesantren tempat beliau mengaji di Makkah, yaitu Daruttauhid Al Alawi. Seiring dengan perkembangan zaman, pada suatu ketika, Sayyid Muhammad Al Alawi Al Maliki mengirimkan sebuah surat yang isinya setelah sholat istikhoroh, meminta agar nama Pesantren PPM Daruttauhid Al Alawi diganti dengan Daruttauhid Al Hasaniyyah. Setelah membaca surat dari guru beliau, maka dengan niat ta’dzim dan mengharapkan barokah dari sayyid, pesantren ini pun diganti nama menjadi Daruttauhid Al Hasaniyyah. Yaitu dengan mengganti kalimat Al Alawi menjadi Al Hasaniyyah.

Ketegaran, keuletan dan sifat optimis yang selalui menyertai perjuangan beliau untuk membangun dan mempertahankan pesantren salaf inilah yang turut mendorong semakin berkembangnya Pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah hingga kini. Jumlah santri yang pada awal berdirinya hanya 4 orang, empat tahun kemudian sudah mencapai hampir 100-an. Prestasi ini jika diidentikan dengan prestasi para pendiri pondok pesantren dalam era kemajuan ini, barang kali biasa-biasa saja. Akan tetapi kalau melihat situasi serta kondisi serta sistem sosial yang berlaku pada saat itu, sungguh prestasi KH. Nashiruddin  merupakan prestasi yang lebih.

Grafik jumlah santri yang muqim setiap tahun mengalami kenaikan, saat ini grafik menunjukkan jumlah santri muqim putra 308 santri, santri putri 90 santri, dan santri non muqim sekitar 218 santri. Disini perlu dimaklumi oleh pembaca bahwa dari awal berdirinya hingga tahun 2004, Pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah hanya menerima santri putra. Meskipun usulan dan saran dari berbagai kalangan saling berdatangan, namun belum pernah terpikirkan secara serius untuk mendirikan pondok pesantren putri. Hal ini dapat dimaklumi karena faktor sarana dan prasarananya kurang mendukung terutama persediaan air bersih, tanah dan lokasi.

Seiring dengan semakin gencarnya permintaan masyarakat dan alumni menitipkan anaknya untuk belajar ilmu agama di pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah. Maka, ndalem KH. Nashiruddin akhirnya dijadikan tempat tinggal santri putri, walaupun dengan fasilitas seadanya dan hanya dibatasi sekat dari kayu. Antusiasme santri putri untuk belajar ilmu agama tidak padam hanya karena terbatasnya fasilitas di pondok.

Sistem pendidikan dan Pengajaran

Sebagai pesantren salaf yang masih tradisional. Pondok Pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah pada awal kelahirannya telah mampu menunjukkan perannya yang vital bagi masyarakat di sekitarnya. Terutama dalam membuka hati dan pemikiran masyarakat terhadap pentingnya mempelajari dan memahami ilmu agama. Sehingga sistem pendidikan dan pengajarannya pun berupa pengajian kitab salaf dengan sistem sorogan dan bandongan.

Kondisi pesantren mengalami perubahan drastis pasca terjadinya gerakan reformasi yang terjadi tahun 1997. Sebagai imbas dari sistem politik yang multipartai, akhirnya turut membawa pada fanatisme kelompok pesantren. Disadari atau tidak, konflik internal di antara para tokoh pesantren secara umum turut memberikan andil pada tingkat penurunan jumlah santri dan kurangnya minat masyarakat secara umum untuk mendidik anaknya di pesantren. Faktor lainnya yaitu, terjadi pergeseran pemikiran pada masyarakat secara umum yang mulai menginginkan pondok yang dilengkapi dengan pendidikan formal.

Untuk kepentingan tersebut, Pondok Pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah  beberapa kali telah melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantren-pesantren lainnya, sistem pengajaran yang digunakan adalah metode sorogan (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab salaf di hadapan guru), metode weton atau bandongan ataupun halqah (kyai membaca kitab dan santri memberi makna). Semua bentuk pengajaran tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan bergantinya kitab yang khatam (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at dan bahasa Arab. Dan inilah sesungguhnya misi utama berdirinya pondok pesantren ini.

Program Pendidikan

Hingga pada tahun 2004. Pondok Pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah kembali merintis pembaharuan program pendidikan. Program pembaharuan ini sama sekali tidak menggeser substansi kesalafan, sehingga diharapkan bisa memberikan jawaban atas keinginan masyarakat dan alumni yaitu memiliki anak yang pandai dalam ilmu agama dan memiliki ketrampilan (skill) dalam kehidupan sehari-harinya. adapun beberapa lembaga pendidikan yang didirikan.

 Antara lain :

1. Pendidikan Informal terdiri dari pendidikan pesantren, tahfidz al qur’an, muhadloroh ula, wustho dan ulya, pendidikan takhasus, madrasah diniyyah dan pengajian majlis taklim.

2. Pendidikan Formal terdiri dari Play group (kelompok bermain), TKIT (Taman Kanak-kanak islam terpadu), SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu), MTs (Madrasah Tsanawiyyah), MA (Madrasah Aliyah), dan STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam).

3. Aktifitas Kepesantrenan terdiri dari pengkajian dan pengembangan Kitab Salaf, Pengajian Sorogan, Tilawah dan Tartilul Qur’an, Musyawarah Kutubus Salaf, Jam’iyyah Khitobiyyah, Jam’iyyah Dzibaiyyah, Jam’iyyah Tahlil dan Istighosah, Bahtsul Masa’il dan Muhafadzoh.

4. Pendidikan Ekstra terdiri dari Keterampilan Bahasa Arab, Keterampilan Bahasa Inggris, Keterampilan Komputer, Pelatihan Wirausaha, Perkebunan, Seni Hadroh dan Gambus, Organisasi Santri dan Siswa dan Pramuka.

Dalam perjalanannya penyelenggaraan madrasah ini menghadapi banyak kendala. Selain masih belum adanya ruangan belajar yang memadai, fasilitas belajar dan mengajar seadanya dan kurangnya sumberdaya manusia. Dengan do’a, kerja keras bersama dan pertolongan Allah SWT, madrasah ini berjalan terus, karena disadari bahwa dengan adanya pesantren salaf yang masih tetap eksis diharapkan akan menjadi benteng generasi muda islam Indonesia dalam menghadapi era globalisasi.



Kunjungan Menteri Agama RI

Pada saat Peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-24 PPM Daruttauhid Al Hasaniyyah bersamaan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, 24 Februari 2012.  Pondok Pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah dihadiri oleh Menteri Agama (Menag) RI, Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si. Dalam kunjungannya selama kurang lebih 4,5 jam, yang banjiri oleh ribuan masyarakat dan alumni. Suryadharma menjelaskan saat ini betapa pentingnya keberadaan pondok pesantren di dalam mencetak dan mendidik generasi muda yang berakhlaqul karimah, berprestasi dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, dan memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship).

Selain itu, Mantan Menteri Koperasi dan UKM (Periode 2004-2009) ini juga menjelaskan bahwa konsep pesantren yang mengharuskan santri belajar selama 24 jam penuh (boarding school) ini sedang diduplikasi oleh lembaga pendidikan umum yang berlabel “bertaraf internasional” maupun yang menyandang gelar “sekolah favorit”. Konsep pesantren ini dirasakan cukup efektif dalam mendidik santri agar memiliki kecerdasan Emosional dan Spiritual, hal ini diharapkan bisa meningkatkan prestasi anak didiknya.

Menteri yang akrab disapa SDA ini sangat antusias dan gembira dengan keberadaan Yayasan Pondok Pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah. Antusiasme dan kegembiraan ini diwujudkan dengan pemberian 100 beasiswa dari Kementerian Agama untuk Siswa dan Santri Pondok Pesantren Daruttauhid Al Hasaniyyah. Selain itu, beliau juga meresmikan gedung Asrama Putri PPM yang diharapkan ke depannya bisa menghasilkan santriwati yang unggul, mampu menghafalkan al qur’an dan bersama-sama berjuang lii’la’i kalimatillah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar